Mengapa pembelajaran yg difasilitasi
pihak luar lebih efektif daripada pembelajaran mandiri dengan hypermedia?
Sebuah studi meneliti bagaimana pembelajaran mandiri dan
pembelajaran yg difasilitasi pihak luar secara berbeda mempengaruhi para remaja
dalam mempelajari tentang sistem peredaran darah saat menggunakan hypermedia.
Sebanyak 128 siswa SMP dan SMA yg
memiliki pengetahuan minim tentang topik tersebut, secara acak ditugaskan baik
dalam kondisi belajar mandiri ataupun kondisi belajar dengan difasilitasi pihak
luar. Pelajar yg belajar mandiri mengatur pembelajaran mereka sendiri,
sedangkan pelajar yg difasilitasi memiliki seorang pendamping yg memfasilitasi
pembelajaran mereka. Hasil yg dikumpulkan mengemukakan bahwa pelajar yg difasilitasi
secara signifikan mendapatkan nilai yg lebih besar dan sebagian besar
diantaranya menunjukan mental yg lebih berkembang dalam posttest. Datanya
menunjukan bahwa pelajar dalam kondisi ini mendapat pengetahuan dasar,
menggunakan strategi belajar yg efektif dan bisa mendapat bantuan atas
kesulitan yg dihadapi dalam proses belajar. Sebaliknya, pelajar yg belajar
mandiri menggunakan strategi yg tidak efektif karena tidak mendapat pantauan.
Belajar dengan hypermedia mengharuskan siswa untuk mengatur pembelajarannya,
misalnya membuat keputusan tentang apa yg harus dipelajari, bagaimana
mempelajarinya dan berapa lama waktu yg dihabiskan untuk mempelajarinya. Secara
khusus, siswa diharuskan menganalisis situasi belajar, menetapkan tujuan
pembelajaran, menentukan strategi apa yg harus digunakan, menilai strategi
efektif untuk mencapai tujuannya dan mengevaluasi pemahaman mereka terhadap
topik yg mereka hadapi. Akan tetapi, kebanyakan siswa memiliki kesulitan
mengatur pembelajaran mereka. Karena sebab tersebut, potensi hypermedia sebagai
alat pembelajaran dapat rusak.
Maka dari itu, pilihan yg ampuh untuk pembelajaran siswa
adalah dengan menggabungkan antara pembelajaran yg difasilitasi dengan
penggunaan hypermedia. Maksudnya, menggunakan metode pembelajaran yg
difasilitasi dengan seorang pendamping, dan sang pendamping dapat memfasilitasi
siswa dengan hypermedia.
Rancangan Hypermedia Sebagai Perancah Pelajar
Jumlah sumber yg tersedia
menawarkan bimbingan tentang rancangan strategi hypermedia, banyak yg
mengandalkan prinsip-prinsip pola yg terpusat pada pengguna. Banyak upaya yg
akhir-akhir ini, lebih berfokus pada pengembangan hypermedia yg terpusat pada
pelajar. Hypermedia yg terpusat pada pelajar dirancang untuk membantu pelajar
mencapai tujuan pembelajaran mereka, ketimbang hanya memberikan kegunaan.
Sayangnya, usaha ini dilumpuhkan oleh kurangnya penelitian yg empiris pada
topic ini. Penelitian diadakan di laboratorium saya dan yg lainnya telah menyediakan
beberapa wawasan. Kini telah dipahami bahwa beberapa karakteristik sistem dan
pengguna terpengaruh dari hasil pembelajaran yg dibantu hypermedia (PDH).
Diantara faktor yg paling relevan adalah tingkat metakognisi dan pengetahuan
pelajar, dan interaksi antara faktor-faktor tersebut dan struktur hypermedia.
Dengan menitikberatkan pada penelitian
ini, memungkinkan untuk membuat hypermedia yg merancah pelajar dalam pencarian
mereka untuk membangun pengetahuan dan pemahaman. Artikel ini dibuat dari
temuan yg empiris untuk mengarahkan rancangan strategi hypermedia untuk
merancah pelajar terlibat pada PDH. Pedoman tersebut menargetkan kemampuan
pengetahuan dan metakognitif pelajar untuk membangun hypermedia yg
memaksimalkan potensi belajar.
Penelitian yg pada pembelajaran
berbasis hypermedia telah menjelaskan bahwa bermacam-macam faktor internal dan
eksternal dapat menghalangi siswa dalam pencarian mereka untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman baru. Kurangnya pengetahuan dasar, buruknya kemampuan
kognitif, disorientasi, buruknya pola sistem dan banyak faktor lainnya dapat
mencegah pelajar mencapai tujuan mereka. Beberapa tahun terakhir, banyak
perhatian telah tercurah pada penggunaan perancah pelajar untuk mendukung siswa
dalam menghindari atau mengatasi hambatan.
Kiasan perancah diperkenalkan
oleh Wood (1976), yg menggunakannya untuk menjelaskan fungsi pendukung dari
pendidik. Sejak saat itu gagasan perancah telah digunakan untuk menjelaskan
banyak mekanisme pendukung pelajar, baik manusia, program atau teknologi. Tanpa
memandang sumbernya, perancah yg efektif menyediakan pelajar dengan sebuah
struktur pendukung yg membantu mereka
mencapai pencapaian yg lebih tinggi. Gagasan yg menggunakan lingkungan
elektronik sebagai dasar untuk bermacam-macam mekanisme perancah telah menerima
banyak perhatian akhir-akhir ini, berakibat pada jumlah penerbitan jurnal edisi
khusus.
Mekanisme perancah harus
dikembangkan untuk mengarahkan pengenalan sumber dari kesulitan yg dihadapi
oleh pelajar yg mengerjakan tugas melalui komputer. Dari sudut pandang ini,
penting untuk memahami fungsi dari perancah secara luas, sebagai rintangan yg
bervariasi di alam, mungkin terbukti menjadi sasaran empuk yg dapat merancang
perancah. Untungnya, literature yg besar telah menentukan banyak hambatan yg
dihadapi siswa yg menggunakan pembelajaran yg dibantu hypermedia (PDH) dan
menyarankan metode untuk mengatasinya. Saat jauh dari pemahaman, literature ini
telah mengarah pada jumlah prinsip rancangan hypermedia yg didukung secara
empiris yg dapat dirumuskan. Tujuan utama saya dalam artikel ini adalah untuk
menguraikan sejumlah prinsip dasar empiris.
Dengan tujuan itu, saya mengambil
pendekatan rancangan berdasarkan masalah dari perancahan. Rancangan dasar,
seperti yg diungkapkan oleh Hannafin dkk, adalah rancangan sistem yg berakar
pada teori dan penelitian empiris. Aspek
penting dari sudut pandang saya adalah gagasan komponen dasar dari sistem
hypermedia dapat dimanipulasi sebagai fungsi perancah. Dengan menggunakan fitur
dukungan yg ada sebagai bagian alami dari hypermedia, pengguna jarang
memperhatikan keberadaan perancah.
Ada beberapa keuntungan penting
untuk menanamkan pendekatan. Khususnya dengan merancang kebiasaan untuk
melakukan “tugas ganda” dan menyediakan perancahan sebagai tambahan pada fungsi
normalnya, perancah dapat berbaur dengan mulus ke dalam hypertext. Terlebih,
sejak kemajuan dalam teknologi hypermedia yg adaptif telah membuat fitur yg mudah
dibentuk, menanamkan perancah ke dalam rancangan sistem dasar menyediakan
kemungkinan untuk menyesuaikan alat perancah untuk kebutuhan pelajar. Selain
itu, menanamkan perancah dalam struktur hypermedia memiliki potensi untuk memudar
(penghapusan perancah) kurang jelas. Isu memudar adalah salah satu yg telah
dipelajari dan tetap menjadi masalah dalam pelaksanaan perancah.
Peran metakognisi dalam PDH
Aktivitas metakognitif yg
meningkat dapat memperbesar hasil PDH. Shapiro (1998a) melaporkan beberapa
bukti tidak langsung dari efek ini. Dalam penelitian tersebut, subjek diminta
untuk belajar tentang suatu topik dalam sejarah Amerika menggunakan salah satu
dari beberapa sistem hypermedia. Sebuah variabel yang memantau dalam penelitian
ini adalah perilaku navigasi subyek 'selama fase pembelajaran. Shapiro
menemukan bukti bahwa beberapa mata pelajaran lebih berprinsip daripada yang
lain dalam perilaku navigasi mereka. Secara khusus, beberapa tampak menggunakan
kemudahan akses sebagai kriteria untuk memandu tautan pilihan, lebih sering
menghindari tautan merepotkan bahkan jika mereka mungkin telah memiliki pilihan
yang lebih tepat. Sebuah strategi navigasi yang tetap bergantung pada kemudahan
berkorelasi dengan peningkatan kinerja pada posttest esai dari pemahaman
konseptual. Salah satu cara untuk menginterpretasikan hasil ini adalah bahwa
subyek yang ditampilkan strategi metakognitif lebih menikmati hasil pembelajaran
yang lebih besar.
Peran pengetahuan awal dalam PDH
Pengetahuan awal akan bervariasi
antara pengguna dari setiap sistem hypermedia yang diberikan. Karena
pengetahuan yang ada mungkin merupakan prediktor yang paling penting dari
pembelajaran masa depan, dapat dimengerti bahwa variabel ini telah menerima banyak
perhatian dalam konteks PDH. Hasil yang tubuh bekerja memberikan bukti beragam
tentang kepekaan pelajar tingkat lanjut perlu unsur hypermedia
Prinsip-prinsip desain untuk perancah PDH
1. Perancah untuk pelajar berpengetahuan
rendah
Bagian pemula membutuhkan
bimbingan lebih selama PDH karena mereka tidak dapat menggunakan kumpulan
pengetahuan yg telah ada sebagai dasar untuk informasi baru. Selain itu,
kurangnya
pengetahuan dapat menyulitkan
untuk tetap berorientasi pada informasi. Hasilnya bisa menjadi perasaan
menjadi'' tersesat'' dalam sistem. Salah satu cara untuk memaksakan struktur
informasi atau menggambarkan hubungan antara dokumen adalah untuk menyediakan peta
situs. Membiarkan peserta didik untuk melihat struktur global sistem hypermedia
berguna dalam menyediakan pandangan sekilas dari bagiannya. Memberikan peserta
didik pemandangan gambaran besar memberikan perspektif tentang domain secara
umum dan dapat membantu dalam penciptaan kesatuan dunia.
2. Perancah untuk pelajar dengan
keterampilan metakognitif yang buruk
Seperti dijelaskan sebelumnya,
hal ini dipahami bahwa keterampilan metakognitif yang baik mengarah pada hasil
belajar yg meningkat. Dalam merancah pengetahuan, kuncinya adalah untuk
memberikan petunjuk eksplisit untuk hubungan antara ide-ide, sehingga
memungkinkan siswa untuk memahami isi dan mengurangi beban kognitif yang
terkait dengan menavigasi wilayah asing. Singkatnya, adalah penting untuk perancah
belajar dengan mempromosikan praktik metakognitif antara peserta didik.
3. Perancah untuk mendukung
tujuan pembelajaran yang spesifik
Penting untuk merancang
hypermedia yang membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran mereka. Untuk
alasan ini, sebuah sistem hypermedia harus disusun dengan cara yang kompatibel
dengan tujuan-tujuan peserta didik. Banyak domain dapat disusun dalam beberapa
cara, untuk menyoroti sejumlah tema atau perspektif pada informasi. Singkatnya,
memiliki tujuan belajar mereka didukung oleh desain sistem dapat menguntungkan
semua pelajar, terlepas dari tingkat keahlian. Efektif berarti peserta didik
merancah dalam pencarian mereka untuk memenuhi tujuan pembelajaran yang
spesifik dapat dicapai melalui peta situs, struktur sistem global, dan
pertemuan rancangan yang terkait dengan link gaya dan penempatan.
sumber: http://www.sciedu.ca/journal/index.php/wje/article/download/210/107
sumber: http://www.sciedu.ca/journal/index.php/wje/article/download/210/107
Efek Saran dan Masukan Untuk Ngeblog Pada Proses Pembelajaran Reflektif
Mahasiswa
Refleksi merupakan prasyarat
penting untuk membuat makna dari informasi baru, dan untuk maju dari permukaan
ke pembelajaran yang dalam. Strategi seperti menulis jurnal dan member masukan
teman sebaya telah ditemukan untuk mendorong refleksi seperti berpikir dan
belajar yg mendalam. Penelitian ini menggunakan rancangan empiris untuk
menyelidiki efek interaksi Saran atau masukan teman sebaya dan ngeblog pada
keterampilan berpikir reflektif mahasiswa dan pendekatan belajar mereka. Empat
puluh empat mahasiswa tahun pertama dan kedua berpartisipasi dalam penelitian
ini. Dua jurnal dijadikan sampel pada awal dan akhir semester untuk setiap
siswa. Sebuah pengukuran satu arah ANOVA menunjukkan bahwa tingkatan berpikir
reflektif siswa meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu, namun umpan
balik yang ditemukan berdampak negatif pada kemampuan berpikir reflektif siswa.
Hasil penelitian menyarankan agar dirancang dengan seksama pemanfaatannya di
masa depan. Refleksi dianggap sebagai prasyarat penting bagi berlangsungnya
pembelajaran mendalam dan bermakna. Secara umum, refleksi didefinisikan sebagai
siklus penyelidikan untuk tujuan membuat makna atau mencari solusi untuk
menghadapi situasi atau pertanyaan yang mengganggu.
Para sarjana tampaknya setuju
bahwa tingkat refleksi adalah fungsi dari berapa banyak skema pelajar atau
struktur kognitif digunakan atau diubah. Ketika pengalaman masa lalu hanya
berkedip melalui pikiran, pelajar tidak terlibat dalam level refleksi dan
representasi dari proses berpikir (jika ada) sebagian besar deskriptif
Peran refleksi dalam
belajar
Refleksi didefinisikan sebagai
pemikiran tujuan berorientasi pada tujuan. Situasi yg meragukan memicu refleksi
dan kita dapat berhipotesis bahwa refleksi yang berfungsi menampung informasi
baru dan meminimalkan "ketidakseimbangan" dalam peserta didik. Selama
proses pemeriksaan pengalaman, jika pelajar menemukan masalah atau keraguan, pemikiran
mereka akan mendalaminya. Berpikir bisa semakin lebih reflektif ketika pelajar
mulai mengkontekstualisasikan berpikir untuk mencari penyebab dan akibat dari
situasi. Bekerja dengan orang lain dapat mempermudah peserta didik untuk
mencerminkan dan dapat memperdalam dan memperluas kualitas refleksi asalkan
semua peserta didik terlibat dalam proses. Orang lain dapat memberikan
perhatian bebas yang mempermudah refleksi, mengajukan pertanyaan yang
menantang, pemberitahuan dan tantangan blok dan hambatan emosional dalam
refleksi.
Metode
1. Peserta
Empat puluh empat mahasiswa
terdaftar di dua sesi kursus pengantar ilmu politik di tanah-hibah universitas
timur laut berpartisipasi dalam studi. Semua adalah mahasiswa tahun pertama dan
satu-sepertiga dari mereka adalah perempuan. Absen di survey laporan diri dan kegagalan
untuk menyelesaikan jurnal mingguan weblog menyebabkan beberapa gesekan subjek.
Data 27 siswa digunakan untuk analisis. Survei pra-studi demografi menunjukkan
bahwa tidak satupun dari peserta telah menggunakan weblog sebelumnya.
2. Alat
Beberapa skema pengkodean pemikiran
reflektif yg potensial dieksplorasi untuk melihat apakah mereka menyediakan
kerangka yg tepat untuk mengevaluasi tingkat refleksi. Skema pengkodean
akhirnya digunakan karena alasan berikut: a. skema pengkodean dikembangkan
dengan menggunakan kerangka konseptual Boud dan Australasia dan Mezirow, dengan
demikian pencocokan asumsi teoritis penelitian saat ini tentang model berbentuk
piramida pemikiran reflektif; b. skema itu di lapangan diuji dan keandalan
adalah 0,88; c. Skema menawarkan rubrik rinci dengan klarifikasi kriteria
evaluasi, sehingga membuat aplikasi konsisten di seluruh penilai yang berbeda
dan isi pelajaran; d. skema menggolongkan pemikiran reflektif menjadi enam tingkat,
memungkinkan untuk gradasi lebih dalam penilaian.
Hasil
Sebuah pengukuran berulang ANOVA
menunjukkan tidak ada efek interaksi antara perlakuan dan waktu. Untuk kelompok
kontrol, yang tidak terlibat dalam Saran atau masukan teman sebaya, skor
rata-rata siswa pada refleksi meningkat sebesar 1,04 poin setelah satu semester
jurnal menjaga, namun untuk kelompok perlakuan yang menerima Saran atau masukan
dan menulis, skor siswa meningkat sebesar 0,93 poin atas waktu.
Interaksi pengaruh antara waktu
dan kelompok tidak signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
populasi, efek kelompok (umpan balik atau non-umpan balik) pada nilai berpikir
reflektif siswa tidak akan berbeda untuk semester paruh pertama atau paruh
kedua. Juga, pengaruh waktu pada nilai berpikir reflektif siswa tidak akan
berbeda bagi siswa yang tidak atau mengirim dan menerima umpan balik. Pengaruh
utama waktu pada skor berpikir reflektif siswa secara statistik signifikan pada
tingkat 0,001. Dalam populasi, sebagai mahasiswa tetap blogging, siswa
cenderung lebih reflektif dengan berjalannya waktu oleh. Efek utama kelompok
umpan balik yang berbeda pada nilai berpikir reflektif siswa secara statistik
signifikan pada tingkat 0,05 untuk uji satu sisi. Dalam populasi, siswa yang
mengirim atau menerima umpan balik pada weblog mereka cenderung kurang
reflektif dibandingkan mereka yang tidak mengirim atau menerima umpan balik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Harap gunakan kata-kata yg sopan dalam berkomentar